The World : Pertemuan
PERTEMUAN
Pagi ini mentari bersinar lebih cerah dari
biasanya, bukan karena semalam hujan atau sedang musim kemarau. Ia seolah
enggan terkalahkan oleh orang-orang yang menyambut pagi ini dengan senyuman dan
melukis harapan hari ini di barisan langitnya. Tapi hal itu tak serupa dengan
gadis remaja satu ini, di saat yang lain sudah siap untuk menjalani hari, dia
masih berkutik dalam dunia mimpi yang mengasyikkan. Tidak ada hasrat untuknya
menyudahi kegiatan tidurnya, hingga suara keras teriakkan ibunya membangunkannya
dari mimpi yang terindah.
“Delia... ayo bangun!! Hari ini kan pertama kali kamu masuk sekolah,
jangan cari masalah baru. Ayo cepat mandi!”
“Iya ma..!! ukhhh ganggu aja. Kenapa sih sekolah itu harus masuk jam 7? Kenapa ga jam 9? Kalau
ginikan nyusahin gue, lagi enak-enak tidur disuruh bangun, belum juga mimpi.”
Delia mandi sambil menggerutu.
“Anak gadis kok kesiangan terus, gimana mau dapat pacar?”
“Tau tuh si jago bangunnya kesiangan, jadi aku ikutan deh. Kalau soal
pacar tenang, stock cowok masih banyak. Di majalah mama kan banyak model
cowoknya? Ntar aku pacarin!”
“Ikhhh emang merak mau?”
“Sttt.. udah akh. Aku mau berangkat. Kalau ngeladenin mama ntar aku
telat lagi.”
“Penampilan kamu diubah dong Del, kamu itu cewek bukan cowok. Feminin
dikit dong!”
Gadis manis yang
tomboy itu namanya Delia. Hari ini adalah hari pertamanya menjadi siswi SMA.
Melalui babak baru dalam kehidupan, ia sambut dengan biasa-biasa saja. Kesan
cuek sudah dapat terlihat dari gayanya berbusana, kesan tomboy dan amburadul
masih jelas telihat meskipun ia memakai rok.
“Ok. Loe Cuma butuh 3 tahun disini, setelah ini loe akan terbebas dari
yang namanya rok Delia, jadi semangat! Tapi ngomong-ngomong kantinnya dimana
ya?” Delia mencari kantin.
Sementara itu tak
jauh dari tempat Delia berdiri, tampak sekerumunan siswa baru yang tengah asyik
bercerita dan menunjukkan barang-barang yang harus dibawa selama MOS.
“Ehh loe semua udah bawa barang-barang buat MOS kan?” Sahut seseorang
diantara mereka.
“Udah dong!” Jawab yang lain.
“Loe beb? Udah bawakan? Ga lupa kan?”
“Emang kita disuruh bawa apa sih?”
“Nih!” anak itu menunjukkan bahan-bahan untuk MOS
“Oh itu. Hmm kayaknya ga deh! Soalnya kata mama dan yang gue liat di
TV, MOS itu udah ga ada. Ahaaa loe semua pada ga update nih, makanya
sering-sering nonton TV.”
“Tapi kan kita disuruh sama kakak kelas? Dan itu juga udah tradisi
tau!”
“Emang kapan kakak kelas ngomongnya?”
“Kemaren!”
“Oh jadi yang kemaren itu, yang dia suruh kita bawa terong trus kacang
panjang itu buat MOS? Gue kira itu dia lagi jelasin tentang sayur, hehehe”
“Dasar Baby..” yang lain kesal.
“Gue ke toilet dulu ya! Pegangin tas gue dong sil!”
Tapi tiba-tiba
Baby merasa lapar dan memutuskan untuk mengambil tasnya, tapi ternyata
temen-temennya tengah asyik meledek dan membicarakannya.
“Baby itu kacau banget ya!!”
“Asli. Lolanya itu loh, bikin tensi darah gue naik. Gue tuh sebenarnya
males banget temenan sama dia, gara-gara kita tetanggaan, jadi mau ga mau gue
harus temenan sama dia.”
“Kalau gue sih karena mukanya yang cantik, itung-itung ikut eksis
dikitlah. Walaupun harus nanggung malu karena lolanya itu!”
“Hahaha gue ga habis pikir, kakak kelas udah teriak-teriak ngomongin
soal bahan-bahan MOS hari ini, dia pikir itu lagi jelasin tentang sayuran. Dia
pikir kita mau bercocok tanam?”
“Lola..!!! hahaha” Mereka tertawa.
“Kalau udah puas ketawanya, gue mau ambil tas gue!”
“Baby,, kita ga bermaksud kayak gitu..”
“Udah ga usah banyak omong. Denger ya kita itu ga tetanggaan karena
jarak rumah kita itu dikelang sama 2 rumah. Dan loe, kalau loe mau cantik harus
pinter make up kayak gue. Dan buat loe, kakak kelas kemaren ga teriak-teriak
tuh. Lagian mereka udah pake micropon. Dasar bego!” Baby pergi.
Gadis cantik
bernama Baby ini memang hampir dikatakan sempurna. Dia punya postur tubuh tinggi
dan langsing, wajahnya yang cantik dan kulit putihnya membuat penampilannya
yang feminim terasa makin lengkap. Namun hal itu tersisihkan karena satu
sifatnya yaitu lola alias loading lama ya bisa dikatak sejenis Lemot. Itulah
sampai sekarang dia tidak pernah menemukan sahabat dan cinta sejati.
“Apa’an tuh mereka? Ga setia kawan! Emang mereka pikir aku mau temenan
sama orang kayak mereka? Ga!” Baby kesal.
Sementara itu di
kantin, Delia tengah menikmat Mie Ayam dengan damainya tanpa ada yang mengganggu
karena dia memang tidak mempunyai seorang temanpun. Hingga ketenangannya harus
terusik oleh ulah jahil kakak kelas pada seorang murid baru.
“Eitt udah gendut, main tabrak-tabrak aja!”
“Maaf kak, saya ga sengaja!” ucap gadis itu tertunduk.
“Eitt ga bisa gitu dong. Kalau kata maaf berguna, buat apa gunanya
polisi. Guy’s ambil bahan-bahan MOS dia, buang ke got depan!”
“Ok!!” Mereka mengambilnya dengan paksa.
“Jangan kak, kalau itu diambil nanti saya dimarahi!”
“Emang itu masalah gue? Makanya kalau punya badan, ga usah
lebar-lebar. Nabrak orang kan! Udah cepet buang ke got!”
Delia tidak tahan
dan langsung angkat tangan ambil bagian.
“Ukhh kenapa sih gue harus ikut campur urusan orang lain?” Delia
menggerutu “Woii jangan ganggu cewek itu! Dan loe, kalau loe berani nyeburin
tuh barang-barang ke got, loe semua bakal gue ceburin sekalian ke got!” Delia
menatap dengan tatapan mematikan.
“Siapa loe?” Kakak kelas itu balik menantang.
“Heh..!!! pertanyaan bagus. Nama gue Delia, tapi temen-temen gue di
SMP dulu sering manggil gue Dragon Kill. Dan gue saranin ke loe semua pergi
dari tempat ini sebelum nih kursi melayang ke muka loe semua.”
“Songong banget nih cewek!”
“Bos. Mending kita pergi aja, nih cewek jago karate tingkat nasional
bahkan preman-preman yang sering gangguin kita takluk sama dia. Kita pergi aja
daripada babak belur.” Saran temannya.
“Beneran? Eitzz oke oke. Sorry..!! guy’s kasih barang-barang si gendut
ehh sorry nama loe siapa?”
“Mila..!!”
“Kasih ke Mila. Cabut.. cabut cepetan.” Mereka semua lari.
“Ganggu orang makan aja!” Delia lanjut makan.
“Makasih ya!” Mila mendekat. “Nama gue Mila, loe?”
“Gue udah tau. Tadikan loe udah nyebutin nama loe. Ga usah ngomong
makasih, gue ga nolong apa-apa.” Delia pergi.
“Tapi loe udah nolongin gue dari kakak kelas yang tadi. Untung ada
loe, kalau ga. Gue ga tahu nasib gue kayak apa jadinya.”
“Gini ya, menurut gue, loe ga buruk-buruk amat dna kayaknya loe juga
pinter Cuma sayang miner aja. Saran gue, loe itu harus PD dan satu lagi kalau
ada yang ganggu loe lagi, loe pukul aja. Badan loe kan cukup memungkinkantuh,
sekali pukul aja pasti mereka jatuh. Oke?”
“Tapi, loe maukan jadi temen gue?”
“Ini nih yang bikin gue kesel. Gue ga suka ada orang lain di kehidupan
gue, jadi gue mohon jauh-jauh dari gue, oke? Gue ga minat cari temen.” Delia
pergi. “jangan ikutin gue!”
Benar! Delia
tidak salah menilai soal gadis ini. Mila memang anak yang pintar bahkan
terbilang cerdas. Sewaktu SMP dia banyak menjuarai lomba-lomba, baik itu antar
kelas atau antar sekolah. Tapi karena tubuhnya yang melar alias gemuk,
membuatnya sedikit tidak berani menonjolkan diri. Ditambah dengan
ledekan-ledekan dari orang lain membuat dia merasa dikucilkan. Tapi kali ini
dia merasa menemukan seseorang yang cocok untuk menjadi sahabatnya, hal serupa
juga dirasakan oleh Baby yang sedari tadi memperhatikan dari jauh.
“Yang tidak bawa atribut MOS silahkan baris di depan.”
Delia, Baby dan
Mila maju ke depan barisan.
“Kita emang sehati ya?” Baby tersenyum pada Mila dan Delia.
“Loh.. bukannya loe bawa bahan-bahan buat MOS tadi?”
“Emang, tapi udah gue buang. Biar kita bisa ngelewati susah senang
sama-sama.”
“Dasar orang-orang aneh!” Delia tidak perduli.
“Kenapa kalian tidak bawa bahan-bahan MOS?” Bentak kakak kelas. “Mau
nyoba ngelawan perintah kakak kelas?”
“Loe berani bentak gue?” Delia melotot.
Merasakan aura
yang lebih kuat, kakak kelas itu pun akhirnya tidak jadi memarahi mereka
bertiga.
“Besok jangan ulangi lagi dan bawa atribut untuk MOS. Sekarang kalian
boleh pergi.” Ucapnya lebih lembut.
“Nah, gitukan enak!” Delia pergi.
“Untung ya tadi ada loe, coba kalau ga, kita pasti udah abis dikerjain
sama kakak kelas.”
“Iya. Mukanya kakak tadi lucu banget, padahal Cuma dipelototin doang.
Takutnya udah kayak katak dalam tempurung.”
“Lohh?? Itukan artinya orang tang ga ada kemajuan. Ga nyambung banget
sih??”
“Tapi kan lama-lama dia bakal takut, soalnya dalam tempurung kan
gelap, ga ada hiburan, ga ada makanan!”
“Terserah..!!! loe berdua ngapain sih ngikutin gue terus?”
“”Kita kan temen!” Mila tersenyum “Kalau dia sih, gue juga ga tahu.
Kenapa loe ngikutin gue sama Delia?”
“Gue juga mau jadi temen loe berdua!”
“Stttt.. diem! Gue ga pernah bilang mau jadi temen loe. Dan loe, gue
ga minat jadi temen loe. Jadi loe berdua berhenti ngikutin gue dan ganggu gue,
please!” Delia pergi.
“Ok. Apa itu artinya dia mau jadi temen kita?”
“Ukhhh. Bodo amat. Loe jangan ngikutin gue juga. Please!”
“Ok. Kok mereka kompak banget sih. Gue ikutan akhh. Loe berdua jangan
ngikutin gue juga, please. Heheh seru.!!!” Baby polos.
Mila tidak
berhenti sampai disitu, ia terus berusaha mengubah Delia agar mau menjadi
sahabatnya. Entah kenapa Mila merasa sangat yakin bahwa Delia adalah sahabat
sejatinya. Karena diantara sekian banyak orang yang ada di kantin saat itu,
hanya Delia yang mau membantunya. Itulah sebabnya dia tampak berusaha sangat
keras agar Delia mau menjadi sahabatnya. Sama seperti hari ini, Mila sengaja
membawa donat yang dia buat sendiri lebih banyak dari biasanya. Hal itu tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk membaginya dengan DELIA, sambil berharap agar
dia mau menjadi temannya. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti.
“Loh itukan motornya Delia, mau diapain tuh? Tunggu itukan anak-anak
yang ngerjain gue waktu hari pertama MOS?”
Mila langsung
bergegas mencari Delia.
“Loe lagi, loe lagi. Ngapain sih ngikutin gue terus?” Delia kesal.
“Gawat Del, motor loe.. ada yang mau ngerusakin motor.!”
“Apa? Loe yakin itu motor gue?”
“Gue yakin banget! Platnya 1603 kan? Ada helm warna hitam diatasnya.
Itu motor vespa keluaran lama, ya sekitar tahun 90-an.”
“Stop. Udah ga usah loe jelasin lagi, itu emang motor gue. Siap yang
berani-beraninya ngerusakin motor gue?”
“Kakak kelas yang waktu itu ngerjain gue. Yuk kita kesana sekarang,
mungkin mereka masih disitu!”
Delia dan Mila
menuju parkiran.
“Wahhh sialan tuh orang-orang. Belum tau gue siapa!”
“Eit bentar deh Del, mereka bawa temen baru. Dan itu adalah kak Tyo,
dia itu jago banget karate, dia itu wakil dari sekolah kita setiap pertandingan
karate antar sekolah.”
“Gue ga perduli, dia mau jago karate antar kampung kek, antar
kecamatan atau kabupaten sekalian. Yang pasti kalau dia udah nyentuh apalagi
ngerusakin motor gue, itu artinya dia udah siap masuk rumah sakit.”Delia lebih
kesal.
“Delia. Ga selamanya perkelahian itu bisa menyelesaikan masalah, yang
ada tuh malah nambah masalah. Gimana kalau damai aja? Biar gue yang minta maaf
ke mereka dan berusaha supaya mereka ga ganggu gue lagi.”
“Itu hanya untuk pecundang dan gue bukan pecundang. Dan loe pikir
dengan loe minta maaf, semua bakal selesai? Ga akan! Mereka harus dikasih
pelajaran biar mereka tahu kesalahan mereka. Sttt.. ga ada coment lagi. Diem
disitu!” Delia hendak menghampiri mereka.
“Eitt tunggu..” Cegah seseorang lagi.
“Apa lagi?” Delia mulai kesal pada Mila
“Bukan gue, tapi dia!” Tunjuk Mila pada Baby.
“Aduh loe lagi. Apaan sih? Kalau mau ngobrol ntar aja deh, keburu
motor gue ancur.”Delia tertinduk menahan kesal.
“Heii, bener tuh Del apa yang dibilang sama Mila, yah walaupun gue
juga ga ngerti sih kenapa damai dibilang pecundang? Mereka itu jelas beda..”
“Stop. Kalau loe mau ngomong hal yang ga penting, gue ga punya waktu.
Sorry!” Delia pergi.
“Biar gue yang beresin mereka, loe berdua tunggu disini! Kasih gue
waktu 5 menit. Gue bakal ngusir mereka dengan cara gue.” Baby pergi.
“Mau ngapain sih tuh anak?” Delia menyusul
“Kita liat aja dulu!” Cegah Mila.
Benar saja apa
yang diucap oleh Baby, dalam waktu kurang dari 5 menit gerombolan anak
laki-laki itupun pergi. Tanpa ada adu mulut ataupun perkelahian. Melihat hal
itu, Delia dan Mila tampak bingung dan menghampiri Baby.
“Gimana? Bisakan gue?” Baby tersenyum penuh kemenangan.
“Kok bisa sih?” Mila bingung.
“Loe ngomong apa sampai mereka pergi?”
“Hmm kasih tau ga ya?? Jadi gini, tadi gue bilang ke mereka, kalau
motor ini punya temen gue, trus gue minta supaya mereka ga ganggu loe lagi dan
sebagai imbalannya gue ngasih no handphone gue ke mereka. Dan hasilya mereka
pergi dengan damai. Yeee selesai!” Baby mengakhiri ceritanya yang biasa saja.
“Ga sia-sia ya muka loe cakep.” Mila menepuk pundaknya
“Thanks ya buat loe berdua!”
“Jadi kita temenan dong?” Seru Mila
“Gue sih mau-mau aja, yah walaupun loe lola, tapi loe baik kok. Kalau
loe Del?”
“Hah? Gue... gue..” Delia ragu
“Del, ga ada salahnyakan kalau kita temenan, loe ga capek sendirian
terus? Gue aja capek. Loe mau kan temenan sama kita?”
“Tau, bilang iya aja susah banget.”
“Hmm iya deh gue coba.”
“Nah gitu dong. Kita resmi temenan nih?”
“Kita itu temenan Mila bukan pacaran, lola nih!”
“What? Gue lola?? Baby...”
“Hahahah”
“Jangan ketawa.!!”
“Upsss sorry. Tapi kok kayak ada bau donat gitu ya? Loe nyium bau
donat ga?” Delia mengendus.
“Iya. Kayaknya enak banget nih donat!” Baby ikutan.
“Ohh ternyata loe berdua suka donat juga, nih gue yang bawa donat.
Mau?”
“Banget..!!!” Delia dan Baby rebutan.
“Jangan rebutan! Baby ambil satu-satu jangan dua sekaligus.” Mila
mulai cerewet.
“Gue ga tau ini bakal baik atau ga buat gue. Kita bertiga udah kayak
ai, api sama tanah. Ga ada yang sama! Mila cewek pinter tapi ga PD, Baby cewek
cantik tapi Lola, sedangkan gue cewek tomboy. Akan jadi apa persahabatan ini
gue ga tau? Tapi seperti yang Mila bilang, ga ada salahnya gue coba untuk
temenan, lagian gue udah capek sendirian terus, gue mau punya temen yang siap
melangkah bareng gue.” Delia tersenyum memandang kedua sahabatnya.
“Selama ini, orang-orang yang deket gue pasti karena kecantikan yang
gue miliki, tapi dibelakang gue mereka malah ngeledikin semua kelemahan gue,
salah satunya lola. Padahal gue kan ga lola! Tapi, saat gue liat Mila yang
pantang menyerah untuk jadi sahabatnya Delia dan Delia yang tulus bantuin Mila,
gue yakin. Gue yakin kalau mereka berdua adalah sahabat sejati gue. Gue yakin
banget soal itu, karena itu hati gue yang ngomong dan itu ga mungkin salah.”
Baby memeluk Mila dan Delia.
“Jangan peluk gue!!” Delia menghindar.
“Gue seneng karena bisa kenal dua orang yang unik ini, sama uniknya
kayak gue. Makasih Del, karena waktu itu loe udah nolong gue. Banyak orang
disana, tapi Cuma loe yang bantuin gue. Gue beruntung punya temen kayak loe,
dan untuk Baby, gue tahu dia juga kesepian. Yah gue ga yakin bakal terus tahan
sama sifatnya yang lola, tapi gue janji bakal berusaha jadi temen yang baik
buat mereka berdua.” Mila menatap sahabatnya dengan senyuman yang indah.
Ketiga gadis
berbeda karakter itu bersatu membentuk satu komunitas bernama “Persahabatan”.
Tidak ada yang mampu menebak akan seperti apa masa depan mereka nanti? Apakah
perbedaan akan menyatukan mereka atau malah menghancurkan mereka? Entahlah yang
pasti tekad mereka sudah bulat untuk menjalin hubungan persahabatan. Besok baik
atau buruk, biarlah menjadi rahasia Tuhan, bukankah hidup ada baik dan
buruknya? Jadi untuk apa khawatir akan hal itu?
“Baby kok loe rakus lebih dari gue sih?” Mila terperangah.
“Ga apa-apa. Abis enak sih..!!! minta Lagi!”
“Ga ada, ini stock buat istirahat.”
“Mila...” Baby melihat kearah Delia yang tengah asyik makan.
“Mau? Ga ada, ini jatah gue!” Tola Delia
“Loe berdua jahat badai sama gue.” Baby pura-pura sedih
“Ya udah, nih setengah buat loe!” Mila dan Delia kompak memberi
“Asyikk..!!” Baby kabur
“Ga jadi Beb, batal! Balikin donat gue!!” Mila dan Delia mengejar
Baby.
Tidak ada
salahnya mencoba untuk berteman..!!!
Komentar