The World : The World
THE WORLD
“Delia...” Mila berteriak
“Aduhh.. apa’an sih Mil? Heran gue sama loe kalau sama gue aja loe bisa
teriak-teriak, kalau sama orang lain udak kayak kutu yang siap dipites. Ada
apa’an sih?” Delia sewot.
“Ye... Alasannya karena loe itu sahabat gue.”
“Hallo semua. Pagi yang sangat cerah!” Baby drama.
“Ini lagi si ratu drama. Ga usah lebay, lagian hari ini mendung ga ada
cerah-cerahnya, ngerti?”
“Oke. Gue ganti kata-katanya
jadi Pagi yang sangat mendung.”
“ tau akhh gelap!” Delia dan Mila menghindar.
“Lohh. Mau kemana? Ada yang mau gue omongin!”
“Apa lagi?”Mila menoleh “Udah mau bel, masuk aja yuk!”
“Baby, bisa ga sih hari ini gue ga denger teriakan sekali aja? Please!”
“Gue punya ide buat nama geng kita! Namanya...”
“Ga mutu! Ayo Beb masuk kelas, hari ini pak Killer masuk di jam
pertama.” Mila berjalan lebih dulu.
“Dialog selesai!” Delia berlari.
“Namany The Three Beautiful Girl. Loh kok pada pergi sih? Gimana
baguskan? Atau The Sweet Girl atau The Modis Girl atau ..” Baby berlari
menyusul.
Setelah
memutuskan bersahabat, Baby tengah sibuk dan penuh semangat untuk mencari nama
apa yang cocok untuk geng mereka dan tadi malam dia berhasil menemukan nama
yang cocok untuk mereka yaitu “The beautiful girl’s”. Tapi sepertinya Delia dan
Mila enggan membahas topik yang dianggap menarik oleh Baby. Untungnya Baby
lola, jadi dia masih saja membahas masalah nama geng mereka. Hal itu terus
berlanjut saat mereka tengah asyik nongkrong di cafe biasa mereka nongkrong.
Cafe
ini memang tempat yang cocok untuk menghabiskan waktu, selain tempatnya yang
santai dan makanannya juga lumayan enak, harga yang ditawarkan cukup pas
dikantong anak-anak SMA seperti mereka, yang kantongnya pas-pasan tapi tetap
ingin gaya. Itulah sebabnya banyak anak-anak SMA seperti Delia, Mila dan Baby
di cafe ini.
“Masih bahas soal nama geng Beb?” Tanya Delia
meminum jusnya.
“Yaiyalah. Gimana soal nama geng kita tadi? The
Beautiful Girl’s!”
“Gue ga setuju!” Mila angkat bicara
“Jadi loe setuju sama gue Mil, tuhkan Beb! Udahlah
ga usah buat geng-geng atau nama geng apalah itu, yang penting itu nilai
persahabatannya. Ga sia-sia loe Mil pinter.”
“Bukan itu. Gue ga setuju nama geng yang disebutin
Baby tadi, tapi kalau soal nama buat geng kita gue setuju. Coba deh loe liat
sekeliling kita, mereka pada punya nama geng. Dan soal nama geng kita tadi
Baby, itu ga klop sama gue, gue kan ga cantik. Ngeledek gue loe?”
“Mila, sifat ga PD loe itu kayaknya udah ngakar ke
otak loe deh. Loe ga pernah denger tentang inerbeauty ya? Kecantikan seseorang
itu bukan Cuma fisik tapi juga hati dan itu jauh lebih penting. Lagian kan ada
istilah Big is Beautiful. Lola loe akhh, ga update!”
“Tete aja gue ga setuju. Gimana kalau The Smart.
Kayak geng itu, kita pakai kacamata biar tambah kompak.”
“Ikhh ga trendy. Gue keliatan jelek kalau pake
kacamata, lagian sekarang ada softlens. Kenapa harus ribet-ribet pake kacamata?
The Beautiful Girl’s itu udah cocok banget, kayak geng itu tuh. Mereka kompak
pake bando angsa. Gue mau warna pink!” Baby menghayal.
“Gue tetep ga setuju. Mana ada angsa warna pink.”
Mila juga ngotot.
“Kalau kita mau bikin nama geng, yang paling keren
itu adalah The Killer Black. Kayak mereka tuh, itu keren banget. Coba deh liat,
mereka tuh kompak pake baju hitam dan aksesoris ala rockstar. Kalau kita dandan
kayak gitu, gue jamin ga bakal ada seorang cowokpun yang berani ganggu kita,
preman aja takut. Keren tuh!”
“Gue ga setuju!” Baby dan Mila kompak
“Biasa aja dong, kompak banget!”
“Lagian kalau kita pake pakaian yang kayak gitu,
yang ada bokap sama nyokap ngusir gue dari rumah. Ikhhh amit-amit gue ga mau.”
“Iya. Itu lebih ga modis lagi. Masa pakaian sama
aksesorisnya hitam semua. Gimana sama sprei pink gue, rok pink, bantal pink,
handuk pink, boneka pink, trus aksesoris pink gue. Masa mau diganti pake warna
hitam? Warna hitam kan bikin gue keliatan jelek, lagian ya kalau geng kita
kayak mereka, bisa-bisa gue keringetan, trus jerawatan. Itu gawat banget Del,
loe tau ga kalau perawatan gue itu lebih mahal dari pada biaya sekolah gue.”
“Stop. Makanya gue bilang ga usah, loe ga akan
pernah bisa jadi kayak gue Mil, loe juga Beb. Begitu juga gue, gue ga mungkin
bisa jadi salah satu diantara kalian. Kita itu punya karakter masing-masing,
jadi kita itu ga bisa ngikutin salah satu karakter dari kita bertiga. Udahlah
ga usah bikin nama geng segala.”
“Gue ga ngerti deh Del, jadi sebenernya loe pilih
nama dari gue atau dari Mila sih?” Muka polos.
“Ukhhh.. Baby maksud gue itu..” Delia hendak
menjelaskan.
“Gue punya ide!”
“Apa?”
“Ga ada yang yang ga bisa kalau kita mau coba.
Gimana kalau kita nyoba karakter diri kita masin-masing. Dimulai dari gue, Baby
dan terakhir loe Del. Disitu kita lihat dimana karakter yang bisa nyatuin kita.
Kalau loe berdua bisa masuk ke karakter gue berarti nama geng kita The Smart.
Tapi kalau karakter kita nurut si Baby, kita ikut nama geng yang dibikin Baby
dan kalau ga berhasil juga, berarti kita ikutin karakter dan nama geng loe Del.
Gimana, setuju?”
“Iya deh, gue ikutan! Loe Beb?”
“Kalau loe setuju, gue juga setuju!”
“Oke. Berarti besok loe berdua harus nurutin gimana
karakter gue. Karena nama geng kita The Smart, jadi besok loe berdua harus jadi
pinter kayak gue.”
“Yayaya. Whatever.” Delia menyudahi diskusi itu.
Keesokkan
harinya ketiga gadis yang beranjak dewasa itu menjelma menjadi siswa pintar,
lengkap dengan kacamata dan buku yang ditenteng ditangan, kesan pintar dibuat
dengan tatapan yang meyakinkan dengan langkah tegap menantang dunia dan melawan
sifat malas untuk memenangkan piala ilmu pengetahuan.
“Sia semuanya. Kacamata?”
“Udah.” Delia dan Baby merapikan kacamata mereka.
“Buku pelajaran siap?”
“Udah!” Delia mengangkat buku yang ada ditangannya.
“Baby, gue bilang buku pelajaran bukan majalah.”
“Oh iya lupa, gue salah ngeluarin buku.”
“Oke yang paling penting dari The Smart adalah kita
harus siap dengan orang-orang yang bertanya sama kita dan saat itu terjadi kita
harus menjawab dengan benar dengan mimik muka yang meyakinkan. Siap?”
“Siap. Udah akhh, yuk masuk!” Delia memulai lebih
dulu.
Tapi
seperti kata pepatah : “lain padang lain belalang” lain Mila, lain juga Baby
atau Delia. Mereka punya dunia masing-masing dan berbeda. Akan sulit untuk
masuk ke salah satu dunia diantara mereka, apalagi jika harus merubah karakter
yang mereka miliki menjadi karakter orang lain. Delia mungkin sedikit lebih mudah
mengikuti karakter Mila, tapi Baby. Bukannya bersikap pintar malah jadi bahan
tertawaan dikelas karena sifat lolanya yang tidak mau hilang dan tambah parah.
“Gue ga sanggup Mil jadi kayak loe. Pusing gue
ditanya mulu!” Delia mengeluh.
“Iya, kayaknya loe berdua emang ga cocok jadi gue.
Apalagi loe Beb, kasian geu liat loe!” Mila pasang muka iba.
“Kenapa? Gue nyaman-nyaman aja tuh, buktinya tadi
temen-temen pada ketawa dan seneng liat penampilan gue yang sekarang. Itu
artinya gue bisa masuk ke karakter loe Mil!” Baby santai.
“Mereka ngeledekin loe Baby. Udah pokoknya loe
berdua jangan jadi kayak gue lagi. Kita bakal nurut gaya loe Beb!”
“Tapi Mil..”
“Udah Del, ga ada tapi-tapian. Kita udah setuju
kemaren!”
“OK. Kalau gitu berarti sekarang kalian harus belajar
jadi kayak gue. Mulai dari dandan, hmm pake sepatu high heels.”
“Ga ada. Ga ada yang namanya sepatu high heels, gue
ga mau titik. Gue ogah pokoknya.” Delia protes.
“Oke. Kalau gitu kita mulai dari aksesoris. Oh iya kita harus punya aksesoris yang sama,
bando, sepatu, jam tangan, kaos kaki,..”
“Emang harus ya?” Delia protes lagi.
“Udah deh Deil, ikutin aja. Kalau diledenin,
bisa-bisa model rambut kita dibikin sama kayak dia.” Cegah Mila.
“Ide yang bagus, model rambut yang sama. Model apa
ya yang lagi ngetrend?”
“Ga.!” Mila dan Delia kompak.
“Ok, dibatalkan!” Baby meminum jusnya.
Keesokkan harinya dunia berubah menjadi warna pink,
matahari, langit dan angin bermetarfosa menjadi warna pink. Bukan karena ada
polusi pink, tapi karena Delia yang terkenal dengan Dragon Killer memakai
aksesoris warna pink dan kelihatan feminim, sementara di sisi lain Mila tampak
aneh karena dandanannya berlebihan dari biasanya. Kontannya saja hal itu
membuat penyakit tidak PD nya langsung kambuh dan tambah parah.
“Wushhh. Silau gue sama aura pinknya. Si Delia
kesambet apa’an ya hari ini, dandanannya wow banget. Seru..!!! semuanya pink,
beli dimana sih aksesorisnya, cocok banget.” Cibir teman-teman yang lain.
“Mending kalau pantes ya, udah kayak gorila dikasih
warna pink. Hahaha besok pake warna ungu biar tambah keren.” Saut yang lain.
“Tuhkan Del, mereka semua suka sama gaya loe yang
sekarang, buktinya mereka bilang keren.” Baby bangga
“Wow, kayaknya dragon kill lagi fall in love nih,
semuanya pink. Tapi siapa cowok yang sial itu? Kalau gue jadi dia, pikir-pikir
dulu deh mau pacaran, bisa bisa..”
“Di smackdown. Hahaha”
“Apa loe bilang?” Delia mulai kesal.
“Eitzz. Kita Cuma becanda kok Del, jangan anggap
serius gitu dong.” Mereka cari jalan aman.
“Sekali lagi gue denger loe pada ngomongin gue,
siap-siap aja besok ga masuk karena gue hajar, mau?”
“Ga Del. Oke kita ga bakal ngeledek loe lagi.”
“Banci loe semua.” Delia pergi.
Tak
hanya cibiran yang mereka terima hari itu, tapi juga rasa malu. Apalagi dengan
adanya aksesoris yang bagi Delia dan Mila dirasa berlebihan membuat mereka
tidak konsentrasi belajar karena terganggu dengan adanya aksesoris itu.
“Delia? Tumben pake bando? Hmm cantik, tapi
bandonya bisa dilepaskan? Ya takutnya mengganggu gerakan latihan kamu.” Ucap
pelatih karate Delia.
“Ok pak, bisa kok.” Delia hendak melepas bandonya.
“Eitzz, tunggu Del jangan dilepas bandonya.” Baby
mencegah.
‘Loe apaan sih Beb, gue mau latihan karate masa
pake bando? Nih bando pasti ganggu banget kalau gue pake latihan. Udah akhh gue
mau lepas, lagian disuruh pak bimo juga, gue ga mau kena semprot.” Delia bersikukuh.
“Pak Bimo, Delia ga boleh ngelepasin bando ini.
Karena bando ini adalah maskot dari geng kami, lagipula motto dari The
Beautiful Girl’s adalah harus tetap tampil cantik dalam situasi dan kondisi
apapun. Dan bando ini membuat Delia tampak cantik dari biasanya, jadi bandonya
ga boleh dilepas.” Baby menjelaskan panjang lebar.
“Oke, tapi..” pak Bimo ingin menyanggah
“Makasih Pak. Sekarang ayo latihan, kita berdua
tunggu disana.”
“Semangat Delia!” Mila memberi semangat
“Loh, saya kan ga bilang setuju?”
“Udah pak, kita mulai aja latihannya!”
Latihan
karate dengan memakai bando memang sedikit mengganggu Delia, beberapa kali
latihannya harus terhenti gara-gara bando yang terjatuh. Sementara di sudut
lain Mila dan Baby tengah asyik memperhatikan sambil sesekali berteriak memberi
semangat bak mahasiswa yang sedang demo kenaikkan BBM, anarkis dan sok rame.
“Gue nyerah. Gue ga kuat jadi Baby lagi.” Delia
angkat tangan tidak sanggup.
“Gue juga. Gue bisa bego lama-lama kayak gini, masa
waktu belajar gue harus terganggu gara-gara bando ini, udah ribet bikin gerah
lagi.” Mila ikutan mengeluh.
“Dan paling parah, warnanya pink. Gue ga mau.”
“Ikhh trus gimana dong?”
“Kesempatan terakhir, nurut gayanya Delia.”
“Nah cakep tuh, gue udah siapin aksesoris buat
kita.” Delia mulai bersemangat lagi.
Berharap
kesempatan terakhir ini adalah jawaban dari apa yang mereka inginkan terutama
Delia, berusaha untuk melakukan yang terbaik. Delia menggabungkan gaya anak
rock dan funk hingga menghasilkan gaya yang jika terlihat tak lebih dari
anak-anak yang tengah kehilangan akal sehatnya, yang tengah mencari jati diri.
Namun
alih-alih menjadi cewek yang super keren, mereka justru hampir terlibat
perkelahian antar geng. Mereka berfikir bahwa Delia, Mila dan Baby adalah
orang-orang yang menantang mereka kemarin. Kontan saja mereka bertiga langsung
melarikan diri dan untungnya berhasil lolos dari kejaran geng anarkis itu.
“Huh.. huh... huh.” Delia terengah-engah
“Gue takut Del. Gue ga mau jadi kayak loe lagi, gue
ga mau dikejar-kejar kayak tadi. Lagian baju yang kita pakai ini, ga stylist,
jelek. Trus gue juga keringetan, gue ga suka keringetan karena itu bikin gue
jerawatan tapi yang paling gue ga suka kalau kita dikejar-kejar preman-preman
tadi. Gue takut beneran.” Baby menangis.
“Udah dong Beb, lagian kita kan udah aman.” Hibur
Delia
“Iya hari ini kita aman, gimana besok? Baby bener
Del, kita ga cocok jadi kayak loe. Lagian ini tuh ga ada cocok-cocoknya dipakai
sama anak sekolahan kayak kita, ini ga berpendidikan.” Mila kesal.
“Eh Mil, maksud loe apa tadi? Ga berpendidikan?
Maksud loe gue ga berpendidikan gitu? Dener ya Mil, dari awal gue udah ga
setuju sama ide ini. Kita ga bakal bisa sama karena kita itu beda dan ga akan
pernah sama. Tapi apa, sekarang loe malah nyalahin gue. Heyy thinking this is
your idea! Dan buat loe Beb, kalau menurut loe baju sama aksesorisnya jelek
jangan loe pake, gue ga pernah maksa loe buat make itu semua.” Delia marah.
“Beneran? Asyik...!!!” Baby tidak mengerti dan
langsung melepaskan aksesoris yang membuat kulitnya memerah.
“Ikhh katanya jago karate, tapi lari dari
peperangan.” Mila mencibir
“Ga usah nyindir loe Mil. Gue bisa ngalahin mereka,
tapi karena gue peduli sama keselamatan loe berdua makanya gue mutusin buat
lari tadi. Tapi karena loe udah ngomong kayak gitu, gue bakal buktiin kalau gue
bisa ngalahin mereka.” Delia hendak pergi “Oh iya satu lagi, mulai detik ini,
ga ada lagi yang namanya geng atau persahabatan antara kita. Seharusnya dari
awal gue udah tahu bakal kejadian kayak gini.” Delia pergi.
“Ya udah,
dasar keras kepala.” Mila juga pergi
“Loh pada mau kemana? Kok jalannya misah gitu? Ohh
mungkin pada mau pulang ke rumah mau mandi. Ikhhh bau banget badan gue, gue
juga mau pulang mandi akhh.” Baby ikutan pergi.
Ketiga
sahabat itupun menempuh jalan masing-masing, saling menyimpan benci dan yang
satunya menyimpan ketidakmengertian hal apa yang telah terjadi. Mila memutuskan
untuk pulang begitu juga dengan Baby, sementara Delia kembali ketempat anak
yang mengejar mereka tadi dan membuat perhitungan pada mereka. Ya Delia memang
berhasil membuat mereka mundur kalah, tapi dia juga mengalami beberapa luka
ditubuhnya, hingga membuatnya tidak bisa masuk sekolah beberapa hari.
“Kok Mila tiba-tiba ga mau temenan sama gue ya?
Trus di Delia tumben banget ga sekolah? Mereka kok pada aneh gitu? Oh iya gue
tahu, pasti mereka mau ngasih kejutan buat gue, 3 hari lagi kan gue ulang
tahun. Hmmm mereka pasti mau sok-sok’an berantem, bikin gue bingung ehh ternyat
itu Cuma surprize doang. Ok, gue bakal pura-pura ga tahu soal ini.” Baby
tersenyum.
Rasa
amarah itu masih menyelimuti hati Delia dan Mila, rasa egois untuk saling
memaafkan membuat mata hati mereka menjadi gelap. Mereka kini tengah tersesat, mencari-cari
rumah persahabatan yang selama ini telah mereka bangun bersama, rumah
persahabatan yang memberikan cahaya bagi hidup dan hati mereka. Namun karena di
selimuti amarah, rumah itu tidak dapat terlihat, meskipun ada tepat dihadapan
mereka. Hanya rasa cinta yang akan mempersatukan mereka. Ya ini seperti ujian
bagi mereka, mampukah mereka melewatinya? Mampukan mereka menemukan cahaya
cinta untuk menyinari hati mereka dan menemukan rumah persahabatan lagi?
Entahlah hanya mereka yang tahu dan waktu yang akan membuktikan.
Keheningan
masih terus berlanjut, hingga 3 hari telah berlalu dari hari ulang tahun Baby.
Tapi tetap saja tidak ada sapaan hangat, apalagi ucapan selamat atau kejutan
dari Delia dan Mila. Baby tidak mengerti yang terjadi, hanya bingung dan
memikirkan hal itu dibawah pohon tempat biasa mereka berkumpul.
“Kok Mila sama Delia aktingnya lama banget ya? Ini
kan udah lewat 3 hari. Atau jangan-jangan Mila ga mau temenan sama gue lagi
karena gue lola? Tapi gue kan ga lola! Trus kalau Delia, jangan-jangan dia
marah gara-gara gue bilang bajunya kemaren jelek? Aaa... gue kangen sama kalian
berdua. Kok diem-diemannya lama banget sih?” Baby hendak menangis.
Sementara
di tempat latihan karate.
“Eh Del, temen-temen loe kemana? Tumben ga ngeliat
loe latihan, biasanya udah pada standby disana bawa makanan sambil nyemangatin
loe!” tanya teman latihan Delia.
“Ohh...” Delia melihat kearah tempat duduk yang
biasa dipakai oleh Mila dan Baby selagi menunggunya latihan.
“Sepi juga ya ga ada mereka? Ya itung-itung hiburan
gratis, kalau lagi capek latihan.”sahut yang lain.
“Iya gue juga kangen sama mereka. Mila yang pinter
tapi cerewet, Baby yang lola tapi selalu bisa bikin gue ketawa. Dan yel-yel
mereka yang banyak bikin gue malu tapi sekarang gue kangenin.” Delia tertunduk
lemas.
Tiba-tiba
Delia melihat sebuah globe.
“Globe! Hmmm Amerika, Afrika, Indonesia. 3 negara
yang berbeda, sama kayak gue, Mila dan Baby. Ga akan pernah sama apalagi
bersatu, jaraknya aja jauh gini.” Delia menghela nafas yang berat. “Eitzz
tunggu.., ketiga negara ini emang ga sama apalagi mau disatuin, tapi mereka
saling melengkapi, mereka melengkapi globe ini. Kalau ga ada salah satu negara
ini, maka ini dianggap cacat dan ga bisa digunain. Ya bener! Sama kayak gue,
Baby dan Mila, kita emang ga sama tapi kita bisa saling melengkapi.” Delia
berlari keluar dari tempat latihan.
“Delia, loe mau kemana?” Teriak pak Bimo.
Sementara
di tempat lain, Mila tengah melihat mading.
“Kenali keanekaragaman Indonesia. Bhineka Tunggal
Ika. Indonesia emang unik, ada banyak suku disini, ada Komering, Jawa, Batak,
Badui, tapi mereka tetap bersatu padu, saling menghargai saling menerima untuk
bersatu. Sama kayak.. sama kayak gue, Delia dan Baby. Kita emang beda tapi
kalau kita saling menghargai dan menerima apa adanya, kita pasti bisa nyatu.
Sama kayak suku-suku yang tersebar di nusantara yang bersatu menjadi
Indonesia.” Mila tersadar dan langsung berlari.
Mila
berlari ke tempat biasa mereka berkumpul dan menemukan Baby disana.
“Baby, loe ada disini?” Mila terharu
“Mila... gue kangen sama loe. Kok loe berdua
aktingnya lama banget? Ini kan udah lewat 3 hari dari ulang tahun gue.” Baby
memeluk Mila.
“akting? Oh iya 3 hari yang lalu loe ulang tahun
ya, sorry ya Beb. Happy brithday.” Mila membalas memeluk
“Gue ga mau hadiah atau kejutan dari kalian, gue ga
mau diem-dieman lagi kayak kemaren.” Baby menangis.
“iya. Gue juga kangen sama loe, sama Delia juga.
Gue sadar, kalau kita itu ga sama tapi bukan berarti kita ga bisa bersatu.
Selama kita bisa saling nerima dan saling menghargai karakter satu sama lain,
kita bisa jadi sahabat kok. Gue udah lupa dasar dari persahabatan yaitu
menerima segala kekurangan dan kelebihan dari sahabat kita. Sorry ya Beb,
karena udah diemin loe beberapa hari ini.” Mila ikutan menangis.
“Loe ngomong apa sih? Tapi gue maafin loe kok,
jangan akting kayak gitu lagi ya!” Baby tersenyum
“Gue juga mau minta maaf karena udah marah-marah
kemaren. Loe bener Mil, kita emang beda tapi kita masih bisa nyatu. Kita itu
udah jadi satu kesatuan yang ga akan terpisahkan, kalau kita terpisah maka yang
lain akan cacat. Sama kayak hari-hari gue tanpa loe berdua, kayak langit yang
kehilangan mataharinya. Sekali lagi gue minta ya Mil, Beb.” Delia datang
tiba-tiba.
“Iya, sekarang kita ga boleh berantem lagi.” Ucap Mila.
“Trus nama geng kita?” Baby masih penasaran.
“Yah dibahas lagi, ga nyadar apa itu yang bikin
berantem.” Mila mulai sewot.
“Gue punya satu nama buat geng kita!” usul Delia
“Apa?” antusias
“The World, Dunia! Dunia itu kan beragam, ada
tumbuhan, hewan, manusia, dll. Sama kayak kita, unik dan beda. Jadi kita ga
perlu tuh kayak kemaren nyama-nyamain karakter, kita boleh milih dunia mana
yang kita mau. Gimana asyik ga namanya? The World!” Jelas Delia.
“Gue setuju, The World!””
“Woiii sekarang kita udah punya nama buat geng
kita, namanya The World. Inget nama geng kita The World.” Baby berteriak.
“Baby apa-apaan sih, malu-maluin aja!” Mila menutup
mulut Baby.
“Ok. Nama geng udah beres, acara maaf-maafan juga
udah beres, sekarang giliran acara kejutan ulang tahun Baby.” Delia mengguyur
Baby dengan air botol dari tangannya.
“Lohhh udah telat, seharusnya 3 hari yang lalu.”
“Bodo amat daripada ga sama sekali.” Mila ikutan
Akhirnya
mereka berhasil menemukan jalan pulang. Mereka berhasil menyinari hati mereka
dengan cinta dan menenggelamkan amarah dan keegoisan. Takdir telah
mempertemukan mereka, cinta telah menyatukan mereka kembali dan dunia siap
menyambut cerita-cerita yang akan mereka ukir nantinya.
The
World! Hiduplah seperti dunia, yang mempunyai ragam cerita di dalamnya. Mungkin
tak selamanya akan terukir cerita indah, mungkin akan ada air mata yang
mengalir, mungkin cobaan akan membuat langkah terhenti dan berjalan kearah yang
berlainan. Namun seperti saat ini, cinta yang akan menunjukkan jalan dan mempertemukan
kalian dengan takdir. The World, bersiaplah memberi warna pada langit.
“Jika tua nanti kita telah hidup masing-masing
ingatlah hari ini.!” Mereka bertiga bernyanyi dengan senyuman.
Komentar